Aku dan Kau di Mana pada Waktu itu?
Waktu telah bergulir dan terus berjalan maju. Kecepatannya konstan tanpa perubahan, namun perhitungan padanya makin bertambah. Isian pada waktu adalah segala hal yang dilakukan insan yang dinyatakan sebagai makhluk berakhlak mulia. Para makhluk berakhlak mulia itu berpikir secara kritis dan bertindak mewujudkan pikiran kritis mereka. Dampaknya dapat saja terasa secara sangat luar biasa, atau yang biasa-biasa saja hingga yang tak terasa sama sekali. Semua itu telah berlangsung dalam ruang. Ruang yang berisi bukan saja makhluk berakhlak mulia, tetapi juga makhluk lain turut hidup di dalamnya bersama-sama dengan barang yang tak dapat disebutkan sebagai makhluk hidup.
Revolusi hijau, revolusi industri, peran dunia, penjajahan bangsa atas bangsa, penciptaan mesin cetak, radio, pendaratan di bulan, penciptaan televisi, telepon hingga kini gelombang elektromagnetik yang tersedia di alam raya akhirnya dapat dimanfaatkan. Semuanya itu telah menyengsarankan dan memanjakan makhluk berakhlak mulia ini.
Para pemikir yang mengolah pikiran mereka melahirkan pemikir dan pelaku, baik pada zamannya dan lokusnya. Filsuf menyuarakan hikmat dan kebijaksanaan. Murid-murid para filsuf menjadi orang-orang berkarakter teguh dan kokoh pendirian. Pandangan dan wawasan luas bahkan menembus waktu, masa dan musim bergenerasi.
Sejarawan merangkai peristiwa dalam bingkai waktu, tempat, tokoh dan alur logis. Kekeliruan urai dan rangkai menjadikan sejarah suatu komunitas hingga bangsa dapat saja melenceng menyebabkan gagal paham pada anak bangsa. Kebenaran hakiki sejarah tidaksaja karena dicatat, tetapi dipelajari dan diperbincangkan agar mengambil hikmat dari suatu peristiwa.
Politikus bersuara lantang tentang haluan kebijaksanaan yang tepat implementasi pada wilayah dimana mereka berkerinduan melakukan perubahan di dalamnya. Selebritis, atlin dan seniman tampil di pentas dengan pola dan gaya yang berbeda. Puncaknya adalah kebanggaan dan segera ditinggalkan setelah masa keemasan mereka berakhir. Seiring bergulirnya waktu, perubahan bukan saja pada apa yang memberi perubahan pada umumnya, tetapi juga ada yang berpusat pada hal-hal tertentu. Kecepatan, ketepatan, dan kemudahan, tiga kata kunci ketika berada di segala usaha yang memberi perubahan.
Ibu rumah tangga berkeinginan agar dapurnya terus berasap dengan aroma yang menyegarkan seisi rumah. Bahkan bumbu dapurnya yang diolah bervarian dan dihidangkan di meja makan keluarga. Dengan demikian dapat melakukan efisiensi dan efektifitas dapur, sekaligus menghemat dari segi ekonomi. Para kepala keluarga bekerja kers. Kecenderungan memenuhi kantong dan pundi-pundi kejayaan menyebabkan persaingan yang tiada hendak berhenti. Pada saat yang sama, seringkali mereka pun rindu agar isteri pun melakoni profesi tertntu agar menjadi penambal, atau bahkan jika perlu menjadi tonggak utama sehingga terdapat dua tonggak pemberi nilai pada rumah tangga. Lalu, anak-anak diserahkan pada pengasuh. Kecenderungan ini sudah membumi sehingga banyak anak yang tak mengenal pendidikan langsung dari ibu dan ayahnya.
Perubahan sudah bukan hal baru. Wajah bumi berubah ketika terjadi secara alamiah. Tetapi, seringkali banyak hal terjadi karena kelalaian manusia. Kebakaran hutan atas alasan ketidaksengajaan. Asap menyebar menghantarkan penyakit pada masyarakat pada umumnya. Perubahan iklim, bencana banjir, tanah longsor, berbagai kecelakaan transportasi hingga bencana politik di banyak negara, hendak menjelaskan tentang perubahan-perubhan itu sendiri.
Di Indonesia, dunia pendidikan berderak dari sejak nusantara masih berada di bawah pengaruh bangsa asing. Lalu ketika kemerdekaan diraih, kemerdekaan itu pula yang menjadi tonggak baru perubahan di bidang pendidikan. Di mana dari masa pemerintahan satu presiden dengan presiden berikutnya sering berganti kebijakan yang sselalu menjadi momok dan hantu bagi pelaku pendidikan di institusi pendidikan secara berjenjang.
Kini kata bertuah itu kembali terdengar. Ketika diperdengarkan oleh Mas Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Kemerdekaan. Kemerdekaan akan diberikan kepada unit sekolah, guru dan siswa. Dunia pendidikan dan kebudayan dalam institusi masing-masing sedang menunggu janji itu. Sambil menunggu, tentulah institusi pendidikan tidak sedang berdiam diri. Proses pembelajaran sudah dan sedang terus berlangsung. Getir dan galau? Tidak perlu! Jalani tugas sambil mengikuti perkembangan baru yang akan menjadi titik berangkat baru. Lalu, pada saat itu aku dan kau berada di mana?
Tempus et Locus
Aku dan kau telah memasuki suatu masa baru, zaman baru yang disebut millenium ketiga. Pengetahuan umum memberi nuansa kemudahan. Bila sebelumnya berlubang akan diratakan. Bila berbukit akan didaki, akan dilorongkan atau dikelok-kelokkan. Bila berjurang akan dikalkukasikan jembatan. Locus bukan sekadar kemudahan tetapi juga “menumbuhkan” sesuatu yang terlihat, dipetik, dan dinikmati.
Berbicara mengenai locus, para sejarahwan pasti memahami bahwa Jerman sebagai negara, akhirnya dipisahkan dengan Tembok Berlin. Namun sang tembok tak mampu menghalangi niat persatuan secara politik. Jerman akhirnya bersatu kembali dan ibukotanya dipindahkan ke Berlin.
Tempus et locus, dua hal yang berbeda, seiring jalan. Waktu yang dihitung sebagai terus bertambah belu aka berakhir sementara locus ada untuk dijejaki dan diisi. Andaikan ketiadaan locus pun, tempus akan trus ada.
Mari menelisik satu atau dua tempat di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). NKRI telah mengklaim bahwa ada lebih dari belasan ribu pulau berpenghuni dan belum berpenghuni atau bahkan tidak dapat dihuni. Di sana ada yang terlah bernama dan ada pula yang berlum bernama, atau yang sudah bernama oleh masyarakat lokal, namun tak sempat dicatatkan oleh institusi resmi penamaan pulau. Di sana ada pulau dalam ukuran besar, sedang dan kecil. Dalam pulau-pulau itu terdapat keragaman flora dan fauna yang mencirikhaskan pulau-pulau itu. Pencirikhasan itu menjadikan pulau-pulau itu memiliki ikon-ikon yang saling berbeda. Siapa yang memikirkan semua itu?
Pada locus yang disebutkan sebagai NKRI ini terdapat ratusan bahasa daerah yang dipergunakan oleh ratusan suku bangsa. Ratusan bahasa daerah ini tak dapat serta merta hendak dihapus, karena ketika menghapuskan satu bahasa aerah, sesungguhnya telah menghapuskan satu budaya yang berlangsung dalam locus itu. Maka NKRI sebagai locus dimana bahasa-bahasa itu dihidupkan oleh makhluk-makhluk berakhlak dan berakal, dijembatani dengan bahasa nasional, bahasa persatuan, Bahasa Indonesia. Ada varian tambahan seperti bahasa pergaulan dan bahasa resmi internasional. Hal itu bukanlah suatu kewajiban mutlak pada komunitas warga bangsa ini.
Dalam NKRI sebagai locus terdapat term pulau terluar, terdepan sebagai wajah NKRI. Di sana justru dihuni oleh mereka yang belum semua terjamah dan tersentuh kebijakan sang pembijak. Lalu, datanglah pembajak meraup keuntungan dengan menggombalkan manis dan indahnya locus lain. Ketika kesadaran mendekat dan mendarat pada mereka penghuni pulau-pulau terluar, terdepan, sisa-sisa kekayaan dan makhluk telah menipis. Perjuangan dan kerja keras mesti digelorakan untuk mempertahankan, menggandakan lagi dan melestarikan apa yang sudah pernah dimiliki di sana.
Kita ingat ada term masyarakat suku terasing. Mereka mendiami locus yang jauh dari jamahan modernisasi dan kecanggihan. Budaya batu dan kayu pun asih berlangsug di sana. Kehidupan bergaya nomaden menjadi tidak berkembang oleh karena penguasaan locus oleh konglomerat menyebabkan kaum seperti itu melarat di locus yang lebih fokus, yaitu kolong-kolong dan pemukiman kumuh.
Dunia modern mengenal perencanaan (planning). Dalam perencanaan selalu merujuk waktu ke masa depan dengan berpijak pada mas akini, hari ini, saat ini. Item waktu yang turut mendapatkan perhatian dalam perencanaan masih juga menyebutkan “pada waktu itu” yang juga diarahkan pada masa lampau bila disertai fakta, data, dan informasi valid dan akurat. Llau aku dan kau dimana pada waktu itu? Orang tidak dapat menembus waktu untuk saling mendahului ke masa depan (futurae), tetapi orang dapat masuk k e masa depan dengan menyiapkan diri. Sayangnya futurae itu selalu sampai pada titik, hari ini, saat ini, atau zaman ini, zaman now. Mimpi tentang masa depan selalu ada dalam wujud waktu sekarang ketika sampai pada perwujudan rencana-rencana.
Hari ini aku berprofesi sebagai guru. Kau, apa profesimu? Aku sedang menjalani tugas profesioal sebagai guru sedang menyiapkan diri untuk berada pada satuan waktu 20 tahun pertama millenium ketiga. Dalam masa ini kemajuan dunia ilmu pengetahuan, teknologi dan seni makin tak dapat dikejar bahkan oleh daya pikir. Aku yang menjalani tugas profesional sebagai guru akan berhadapan dengan ide baru yang telah diperdengarkan, diproklamasikan; guru penggerak, guru merdeka. Guru penggerak berbeda rari guru yang lain. Ada keyakinan pada Mendikbud, bahwa di semua unit pendidikan, di sekolah paling tidak ada satu guru penggerak. Apa sih bedanya guru penggerak? Guru yang mengutamakan muri dari apapun, bahkan mengutamakan murid dan pemelajaran murid daripada karirnya.
Jika demikian halnya konssep dan ide tentang guru penggerak, maka ruang geraknya mesti diperluas. Guru penggerak mesti merdeka dari belenggu aturan yagn kurang menolong dirinya. Aturan dipakai untuk mengatur ketertiban, setuju. Tetapi, kreativitas dan inovasi tidak dapat diseragamkan dengan aturan.
Aku sebagai guru akan trus bersama-sama dengan rekan-rekanita seprofesi akan diberi ruang merdeka, merdeka belajar, merdeka menjadi guru yang kreatif dan inovatif, merdeka menyuarakan dan memproklamasikan keberhasilan unit sekolah yang juga memberi ruang merdeka pada siswa/murid. Para siswa/murid pun menjadi merdeka belajar, siswa merdeka dalam kreasi dan inovasi, tetapi karakter tetap harus dijaga untuk tetap menjadi manusia NKRI yang berdiri kokoh di aas landasan ide, ideologi Pancasila.
Ketika tiba di zaman baru, torehan pada zaman lampau akan menjadi cerita belaka. Aku dan kau tidak mungkin kembali ke sana. Bahkan, “pada waktu itu” orang tetap akan menyebut “sekarang ini”, dan masih akan terus mengejar “masa depan” (futurae) karena masa depan bukan mengenai waktu belaka. Masa depan, mesti tentang apa dan bagaiman? Masa depan berisikan siapa yang siap berhadapan dengan kondisi yang serba cepat dan mesti tepat.
Siap sedialah!
Ketika masa depan itu di genggaman
Saat itu aku tak harus berkelit sasaran
Dan kau tak mesti berbelok tujuan
Sebab, pada saat itu,
Aku dan kau makin tua lemah
sementara dia dan mereka akan makin kuat berlemak
Tapi, antara aku dan kau, dia dan mereka,
Berbeda itu indah dan wajar.
Penulis: Heronimus Bani
Sumber: The Spirit of 2020, Menyingkap Tirai Emas Tahun Digital 2020, Februari 2020, Rahma Dini Wawastuti, dkk Pupa