Teologi Meja Makan

A.     Pengantar

 

Yerfelius Y Bani

Dalam 4 Injil sangat sering ditemukan cerita-cerita tentang pelayanan yang Yesus lakukan khususnya dengan menyediakan makanan kepada mereka yang mengikuti-Nya. Sebutlah kisah tentang 4000 orang (Mat.15:32-39; Mrk 8:1-10) dan 5000 orang (Mat.14:13-21; Mrk.6:30-44; Luk.9:10-17; Yoh.6:1-13) yang mendapatkan makanan dari pelayanan Yesus. Dua kisah yang mencengangkan. Tentu sudah ada banyak kajian teologis mengenai semua ini yang memberikan pembelajaran kepada umat khususnya yang pernah membaca tulisan-tulisan itu.

Seorang blogger[1] menulis dalam blognya tentang kecenderungan orang untuk percaya mentah-mentah saja kisah Yesus memberi makan pada 5000 orang, dengan mengabaikan analisis secara saintifik. Menariknya, blogger ini tiba pada kesimpulan sebagai berikut:

Bagi saya, kisah metaforis Yesus memberi makan 5000 orang dengan 5 roti dan 2 ikan adalah kisah yang snagat memukau, sangat kuat menggerakkan hati saya, mengubah etika saya, membarui pengenalan saya terhadap figure agung Yesus, membarui wawasan dan pemahaman saya tentang kehidupan, pemilikan, belarasa dan empati, dan semuanya ini diangkat ke peringkat yang lebih tinggi dan lebih agung, memasuki Kawasan adinilai, Kawasan transenden.

Ya, kisah ini mendorong saya untuk berbagi apa yang saya punyai, kepada makin banyak orang, yakni pikiran, wawasan, kebaikan, waktu, tenaa, umur dan makanan serta kebutuhan hidup esesnsial lainnya yang saya punyai sebagai pemberian Tuhan meskipun saya tidak mempunyai banyak. Kebajikan ini akan berdampak besar dan berarti bagi makin banyak orang jika saya terus-menerus, makin tinggi lagi, sebagai seorang Pengikut  Yesus yang agung, yang sangat besar, yang melamapaui nabi-nabi besar PL. Itulah kekuatan metafora. The power of metaphor. Saya menikmati dan mengalaminya.

 

Tulisan ini tidak sedang membahas lebih dalam tentang makanan secara factual menurut kisah yang ditulis oleh para penulis Injil ketika Yesus melayani orang banyak dengan makanan. Tulisan ini akan fokus kepada apa yang kiranya disebutkan sebagai teologi meja makan, dengan melihat konteks-konteks sosial di dalam rumah, dimana keluarga-keluarga batih: ayah, ibu dan anak (anak-anak) duduk bersama ketika berhadapan dengan makanan di meja makan yang sama. Ini fakta, walau tidak selalu masyarakat dalam komunitas rumah tangga melakukan hal ini.

Satu keluarga duduk mengelilingi meja makan

Sumber: https://www.qureta.com/

 

B.     Meja Makan sebagai Fakta

 

Meja sebagai salah satu perlengkapan rumah tangga selalu ada di setiap rumah tangga. Salah satu di antara meja yang tersedia, dipastikan akan digunakan untuk menempatkan makanan agar anggota keluarga dapat mengambil dan menyantapnya. Ketika mengambil dan menyantap, mereka dapat saja duduk bersama mengelilingi meja, atau berpencar tetap mengambil dari meja yang sama. Ini fakta yang terjadi, terlihat dan dibuat oleh keluarga-keluarga. Meja yang dipakai itu kemudian disebut sebagai meja makan.

Di luar kehidupan rumah tangga, meja makan diperlukan untuk pelayanan makanan (konsumsi) kepada konsumen. Misalnya di rumah makan, hotel, dan warung makanan. Dalam kehidupan sosial kemasyarakatan, meja makan diperlukan pada perhelatan pesta. Ini semua fakta yang terlihat di dalam masyarakat. Jadi meja makan  jelas fungsinya yaitu sebagai tempat yang dimanfaatkan untuk menyiapkan makanan. Makanan yang tersedia itu akan diambil oleh mereka yang membutuhkan.

Keseharian hidup manusia selalu berkaitan dengan meja. Meja menjadi tempat pertemuan manusia, pertemuan  keluarga dalam berbagai momentum. Meja makan adalah Altar Kecil Keluarga, media untuk saling melayani, berbagi kasih dan kesetiaan[2].

Kita ingat ketika pandemi covid-19 melanda dunia, pemerintah negara mana pun mewajibkan masyarakatnya untuk berada di rumah. Keberadaan anggota-anggota keluarga di dalam rumah, baik langsung maupun tidak langsung, pemerintah sedang mengarahkan masyarakatnya untuk setiap keluarga selalu bersama-sama setiap hari di sekeliling meja makan. Pada situasi yang demikian itu, curahan hati untuk berbagi antaranggota keluarga akan muncul setelah sebelumnya masing-masing barkutat dengan kesibukannya.

Masyarakat modern mengejar waktu untuk bekerja keras dalam satuan waktu yang tersedia. Maka, hampir selalu orang dengan pekerjaan di tempat yang jauh akan memanfaatkan waktu untuk keluar dari rumah lebih awal, dan biasanya pulang sesudah kesibukan di perjalanan agar terhindar dari kemacetan. Ini bila di perkotaan, sementara di pedesaan, hal kembali ke rumah untuk bertemu dengan anggota keluarga sudah lumrah terjadi saat magrib tiba. Ketika berada bersama di meja makan, di sanalah meja itu menjadi media berbagi kasih dan pelayanan.

 

C.     Yesus dan Meja Makan

 

Setelah hari malam, Yesus duduk makan bersama-sama dengan kedua belas murid itu (Mat.26:20). Waktu Ia duduk makan dengan mereka, Ia mengambil roti, mengucap berkat, lalu memecah-mecahkannya dan memberikannya kepada mereka. Ketika itu terbukalah mata mereka dan mereka pun mengenal Dia, … (Luk.24:30-31)

Matius dan Lukas tidak menjelaskan bahwa mereka duduk di sekitar meja makan, tetapi ada kepastian bahwa mereka duduk bersama-sama, dan di sana ada makanan. Pada sisi ini, kita mengetahui bahwa ada fakta sebagaimana terjadi di setiap keluarga, yaitu duduk dan makan bersama. Mereka akan saling berhadap-hadapan ketika akan mengambil bagian pada jamuan makan itu, yang dalam hal ini Perjamuan Paskah terakhir Yesus bersama para murid-Nya. Fakta berikutnya, menurut Lukas, Yesus mengambil roti, memecahkan dan membagikan. Kisah ini menggambarkan suatu suasana duduk dan (mau) makan bersama di sekitar meja makan.

Menyimak dua kisah di atas yang dicatat oleh Matius dan Lukas, kita dapat memberi makna bahwa Yesus secara faktual dan simbolik hendak memberi pesan-pesan penting kepada murid-murid-Nya tentang makna kehidupan bersama. Penulis ingin melihat itu pada kebersamaan mereka baik itu pada semua murid, maupun pada dua orang yang berjalan bersama ke Emaus, duduk bersama dan (mau) makan.

Banyak nilai yang dapat dibaca seperti: kebersamaan dan kesetaraan; ruang tanpa sekat berkasta atau kategori, peluang saling melayani dan berbagi. Nilai-nilai yang demikian ini dapat diuji untuk mendapatkan pemahaman dan refleksi mendalam. Refleksi-refleksi yang diperoleh dapat memberi perubahan pada sikap manusia baik pada individu yang mengetahui pada mulanya maupun pada orang lain yang mengetahui sesudahnya.

 

D. Refleksi

 

  1. Meja Makan Sarana Komunikasi

Gerakan kembali ke meja makan adalah upaya bersama untuk mengingatkan kembali keluarga-keluarga Indonesia akan pentingnya meluangkan waktu untuk berkumpul dan berkomunikasi bersama anggota keluarga[3].

Pernyataan di atas menjadi suatu peringatan bahwa keluarga-keluarga pada zaman ini makin renggang walau hidup bersama. Rumah dalam pengertian konstruksi rupanya merupakan wadah dengan makna yang digeser hanya sekadar tempat berteduh. Sementar di dalam rumah, salah  satu perlengkapan yang dipakai yakni meja dalam fungsi sebagai meja makan. Meja makan di rumah merupakan tempat terbaik dan mudah untuk membangun komunikasi antar sesama anggota keluarga. Pada saat duduk bersama di sekeliling meja makan, di sana ada rasa rindu yang dilepaskan. Ayah dan ibu saling bertanya tugas-tugas yang rutin, orang tua bertanya pada anak, dan sebaliknya. Di sana ada komunikasi satu kepada yang lain.

  1. Meja Makan Sarana Kebersamaan dan kesetaraan

Kebersamaan dalam keluarga amat penting di zaman yang makin maju ini.  Setiap orang di zaman ini merasa bagai saling asing-mengasingkan. Hidup dalam kesendirian dengan rutinitas dan gadget, atau mungkin lebih akrab dan karib dengan rekan-rekan di luar rumah daripada dengan anggota keluarga sendiri. Maka, meja makan menjadi sarana kebersamaan. Orang tua dan anak, dan anggota keluarga lainnya turut serta di sana tanpa pembedaan, walau patut disadari bahwa ada yang membuat mereka berbeda, yakni status.

Meja makan adalah lambang kesetaraan. Di dalam meja makan, setiap orang yang makan di sana hadir sebagai anggota keluarga tentu sambil membawa identitas diri mereka. Bahwa ada ayah, ibu, dan anak. Setiap orang dapat menyatakan pendapatnya. Setiap orang dapat menyanggah pendapat orang lain. Apabila ada ketidaksetujuan yang dihasilkan dalam percakapan di ruang makan, pembicaraan berikutnya dapat digunakan untuk mencari titik temu. Di meja makan ada kesetaraan. Orang tua tidak menjadi superior dan anak-anak menjadi sub-ordinat, kecuali memang menemukan orang tua yang otoriter

  1. Meja Makan Sarana Saling Berbagi

Meja makan tidak sekadar satu bangun rekayatif.  Di sekeliling meja makan dimana anggota keluarga duduk bersama, mereka dapat saling berbagi cerita. Anak yang bersekolah dapat bercerita pada orang tuanya tentang suasana di sekolah, dalam hubungannya dengan mata pelajaran yang diterimanya, gurunya, teman-temannya, dan lain-lain hal yang menjadi pengalamannya di sekolah. Orang tua yang bekerja akan bercerita tentang berbagai hal yang berhubungan dengan pekerjaannya: material yang diperlukan, hubungan dengan rekan kerja, atasan atau bawahan, rekanan, dan lain-lain. Ibu rumah tangga pun tak ketinggalan bercerita, misalnya ketika ke pasar untuk berbelanja keperluan rumah tangga, dan sebagainya. Saling berbagi cerita akan membawa anggota keluarga pada nuasan keterbukaan, bahwa pada titik waktu berjalan, orang akan sampai pada nuansa demokrasi dalam keluarga.

Salah satu item nuansa demokrasi yang dimaksudkan yakni kemauan untuk mengemukakan pendapat dengan didengarkan oleh anggota keluarga yang lainnya. Kebiasaan yang baik seperti ini akan dibawa keluar pada lingkungan yang lebih luas.

Akhirnya kita mengetahui, bahwa di meja makan, orang akan memuliakan nama Tuhan. Di meja makan manakah orang tidak menyapa Tuhan? Setiap orang akan berdoa untuk mengucap syukur kepada Tuhan. Doa itu dilantunkan baik secara bersama-sama maupun secara individu. Doa di meja makan rumah tangga, di rumah makan, dan warung. Semua orang bersyukur dan memuliakan Tuhan di satu area kecil, altar meja makan.

 

 

 

 

 

 

 

 

[1] https://ioanesrakhmat.blogspot.com/2010/09/5-roti-dan-2-ikan-yang-makan-5000-orang.html?m=1

[2] https://zonalinenews.com/2017/04/meja-makan-altar-kecil-bagi-manusia/

[3] https://zonalinenews.com/2017/04/meja-makan-altar-kecil-bagi-manusia/